10
HUKUM ALIEN
Aku membuka mata dan mendapati telah berada di sebuah hutan pinus
yang sangat sejuk dengan suara burung-burung hutan yang memenuhi telingaku. Embusan
angin hutan yang sejuk membelai wajahku. Aku heran karena tiba-tiba telah
berada di tempat ini hanya dalam hitungan beberapa detik.
“Kamu akan terbiasa dengan kecepatan alien dalam berlari, Jordan.”
Kata Julia tanpa melepaskan pegangan tanganku. “Kami, para alien, mempunyai bakat teleportasi.”
Aku berdecak kagum dengan bakat-bakat istimewa yang dimiliki
keluarga Matthew. Kami kembali berjalan, dan tak berapa lama kemudian, Julia
menunjukan sebuah bangunan menakjubkan lain yang ada di dalam hutan.
Sebuah rumah berbentuk mangkuk terbalik berukuran raksasa dengan dinding
terbuat dari kaca berdiri di antara pohon-pohon yang menjulang tinggi. Di
sebelah rumah unik itu, sebuah pesawat ringan terparkir dengan janggal.
Julia tersenyum ke arahku dengan sangat menawan, dia menggenggam
tanganku dan menuntunku menuju sebuah pintu dengan ukiran-ukiran rumit yang
memberikan efek tiga dimensi.
“Kamu gugup?” tanyanya saat tanpa sadar tanganku gemetar melihat
semua ini. “Kamu tampak pucat.”
“Aku baik-baik saja,” jawabku mencoba menata perasaan tidak karuan
ini. “Aku hanya sedikit terkejut untuk meyakini bahwa semua ini benar-benar
nyata.”
“Anggap saja ini sebagai imbalan yang pantas akan keagungan moral
yang kamu lakukan,” Julia tersenyum. “Anggap saja semua ini adalah pantas untuk
Sang Pelihat sepertimu.”
Aku kembali mengerutkan kening mendengar perkataan Julia tentang
Sang Pelihat. “Sebenarnya apa Sang Pelihat itu, Jules?”
“Reginald akan menjawab semua itu, Joe,” jawab Julia. “Nanti kamu
akan tahu betapa hebat bakat yang ada padamu. Aku bertaruh kalau Laurent
sebenarnya sangat iri dengan bakat yang kamu miliki.”
“Ini lucu,” aku nyengir mendengar Laurent iri akan bakat Sang
Pelihatku yang aku sendiri belum tahu itu apa. “Dia mempunyai bakat telekinesis
yang menakjubkan¾dia bisa menggerakan semua benda dengan kekuatan pikirannya.”
Julia menggeleng. “Bakat telekinesis bukanlah bakat yang begitu
istimewa kalau selain Laurent, masih ada manusia yang mempunyai bakat itu. Apa
kamu pernah dengar seorang wanita bernama Nina Kulagina dari Sovyet yang juga
mempunyai bakat telekinesis seperti halnya Laurent?”
“Ya, aku pernah membaca berita tentang itu.” jawabku membenarkan
ucapan Julia. “Tapi tetap saja itu hal yang sangat istimewa kan? Tidak banyak
manusia yang mempunyai bakat seperti itu.”
“Laurent bukan manusia, kamu ingat?” lanjut Julia lagi. “Tentunya
sulit bagi Laurent untuk menerima bahwa bakat yang dia miliki juga ada pada
beberapa manusia.”
“Oh ya aku lupa,” kataku nyengir. “Tapi aku berpendapat kalau hal
itu tetap saja mengaggumkan.”
“Jalan pikiran alien dan manusia tidak sama, Jordan,” Julia
meremas tanganku. “Istimewa bagimu, belum tentu istimewa bagi Laurent.”
“Aku mengerti,” jawabku mengangguk pelan. “Tapi aku tetap merasa
bakat yang ada pada Laurent sungguh mengagumkan.”
Julia terkekeh seraya mendorong pintu. “Siap untuk bertemu dengan
keluarga alien, Jordan?”
Aku mengangguk dengan perasaan berdebar yang sulit kuungkapkan.
Aku merasa bagaikan seekor rusa jantan yang masuk ke dalam sebuah kandang
berisi empat ekor singa jinak. Walaupun keluarga Matthew adalah keluarga alien
yang baik. Tapi tetap saja aku merasa sedikit was-was bila apa yang kuimpikan
tentang keluarga Matthew menjadi sebuah kenyataan.
Julia membuka pintu itu¾memperlihatkan
sebuah ruangan paling megah dan unik yang pernah kulihat. Ruangan itu
sepertinya menyerupai sebuah istana kaca dengan berbagai ornamen-ornamen yang
eksotik. Sebuah tabung kaca berisi seribu kunang-kunang yang berkilau. Sebuah
lukisan besar bergambar silsilah keluarga Matthew tampak mencolok di tengah
ruangan.
Ada juga sebuah meja kaca dan beberapa sofa empuk yang terlihat
seperti melayang. Sebuah tangga melingkar menjulang ke lantai dua tampak
spektakuler dengan kaca-kaca yang berkilau tertimpa cahaya matahari. Di antara
ruangan kaca yang berkilau, empat sosok malaikat berdiri dengan anggun dan
gagah. Seorang lelaki berbadan tegap dengan rambut putihnya yang berkilau
tersenyum kepadaku. Di sebelahnya, Madam Jamella tersenyum tidak kalah menawan
dari Julia. Di sebelah Madam Jamella, ekspresi dingin Carissa dan Laurent
membuatku agak risih.
Dengan perasaan berdebar aku berjalan menghampiri keluarga
Matthew, mencoba tersenyum ke arah mereka. Aku berpaling ke arah Julia yang
wajahnya semakin berkilau ditimpa cahaya matahari yang masuk lewat
dinding-dinding kaca. Sekilas aku mendengar sebuah alunan musik klasik mengalun
pelan di dalam rumah unik ini.
“Selamat datang di keluarga Matthew…” ucap lelaki berambut putih
berkilau yang aku yakini bernama Reginald. “Kamu pasti yang namanya Jordan? Aku
Reginald.”
Aku mengangguk dengan canggung saat menjabat tangan Reginald.
“Kita bertemu lagi, Jordan,” Madam Jamella tersenyum seraya
mengulurkan tangannya ke arahku. “Bagaimana keadaanmu?”
“Baik,” jawabku tersipu malu bila teringat pertemuan pertama dengan
Madam Jamella.
”Apa kamu masih mau memakai topi bowler merah muda itu?” tanya
Madam Jamella saat melepaskan jabatan tanganku. “Sepertinya topi bowler kembali
menjadi trend setelah kamu memakainya, Jordan.”
Julia tersenyum mendengar lelucon yang diucapkan Madam Jamella.
“Carissa…” Madam Jamella berpaling ke arah gadis malaikat lain
yang tidak beranjak sedikit pun dari tempatnya berdiri sekarang. “Ayo, salami
Jordan.”
“Aku sudah mengenalnya,” jawab Carissa dingin. “Aku tidak perlu
lagi berkenalan dengannya.”
Madam Jamella mengembuskan napas seolah sudah mengetahui hal ini
akan terjadi. Aku juga sudah menduga, bakal mendapatkan sambutan yang tidak
menyenangkan dari Laurent dan Carissa, mengingat pertemuan pertama kaliku
dengan mereka tidaklah menyenangkan.
“Laurent…” Madam Jamella berpaling ke arah Laurent yang
ekspresinya tidak kalah dingin dari Carissa. “Kamu tidak keberatan bersalaman
dengan Jordan?”
“Kenapa aku harus bersalaman dengan manusia?” desis Laurent dengan
tatapan jijik. “Dia itu manusia.”
“Dia pacar Julia,” suara merdu Reginald bergaung dengan indah di dalam
rumah kaca ini. “Mulai Jordan adalah anggota keluarga kita.”
“Tapi dia manusia!” kata Laurent semakin menatapku dengan tatapan
tidak suka. “Dia tidak sepantasnya hidup berdampingan dengan bangsa kita, Regs.”
“Tidak ada yang membedakan manusia dan alien, Laurent,” Reginald
berbicara dengan sangat tenang, seolah setiap suku kata yang dia ucapkan, terorganisir
dengan sangat rapi. “Kalau dia memang manusia kenapa? Aku tidak melihat adanya
bahaya jika Jordan berada di keluarga kita.”
“Dia akan membahayakan bangsa kita, Reginald,” dukung Carissa dengan
wajah dinginnya. “Bukankah hal ini sudah melanggar hukum alien, bagaimana kalau
Hector sampai tahu hal ini?”
“Kami sudah bersumpah atas nama bintang dan planet, bahwa kami
bisa hidup berdampingan dengan manusia, Carissa,” jawab Reginald nada suaranya
tidak berubah. “Pertalian antara manusia dan alien Nordics sudah terjalin
selama ribuan tahun.”
“Sudah-sudah…” suara merdu Madam Jamella menyela perdebatan antara
Reginald dan Carissa. “Ini kunjungan pertama Jordan ke keluarga Matthew, aku
tidak ingin semua ini berantakan karena hal itu. Dan kamu Laurent, aku harap kamu
bisa menghormati tamu yang datang ke rumah kita.”
Laurent berpaling ke arahku dengan tatapan pedas, dia meninggalkan
kami dan berjalan menuju tangga ke lantai dua
“Dia akan baik-baik saja,” kata Reginald menuntunku untuk duduk di
sofa empuk yang terlihat melayang. Aku baru menyadari bahwa sofa berwarna putih
itu menempel di dinding. “Laurent memang sedikit tidak ramah dengan manusia
yang baru dikenalnya.”
Aku tersenyum tanpa tahu harus menjawab apa.
“Rasanya baru kemarin kita bertemu,” Madam Jamella duduk di
sebelah Reginald dengan sangat anggun. “Saat pertama kali bertemu denganmu, aku
sudah menduga kalau kamu adalah manusia yang istimewa.”
“Aku bisa melihatnya,” dukung Reginald merdu. “Aku sebenarnya cukup
terkejut dengan cerita Julia tentang bakat Sang Pelihat yang ada padamu. Aku
sama sekali tidak menduga, bahwa ada manusia dengan bakat langka seperti itu.”
Aku berpaling ke arah Julia yang tersenyum cemerlang. Sedangkan
Carissa tampak sangat gusar mendengar hal itu. “Aku tidak mengerti kenapa
kalian menyebutku Sang Pelihat?”
“Kamu dan Julia mempunyai tanggal lahir yang sama,” jawab Reginald
membuatku cukup terkejut. “Kalian berdua sama-sama lahir di tanggal dan bulan
yang sama.”
“Tanggal tujuh di bulan Juli,” kata Julia menyambar sebuah buku
tebal bersampul cokelat. “Sebab itulah namaku Julia.”
“Benarkah?” aku berpaling ke arah Julia yang pura-pura sibuk
membaca buku yang dia pegang. “Kenapa kamu tidak mengatakan hal itu kepadaku,
Julia?”
“Aku kira kamu sudah menyadarinya,” Julia menutup buku yang dia
pegang. “Aku rasa kamu bisa menyimpulkan tanggal lahirku begitu aku menyukai
angka tujuh.”
Aku sama sekali tidak menyadari kalau Julia mempunyai tanggal
lahir yang sama denganku.
“Itulah alasan kenapa kamu mempunyai bakat sebagai Sang Pelihat,
Jordan,” Madam Jamella ikut menimpali. “Kamu adalah satu-satunya manusia di
dunia ini yang mempunyai bakat istimewa itu.”
“Aku masih belum mengerti,” tanyaku menyengeritkan kening. “Apa
maksud kalian dengan Sang Pelihat itu?”
“Aku sudah membuktikan bakat Sang Pelihat padamu beberapa kali,
Jordan,” kata Julia tersenyum. “Hanya saja kamu tidak pernah menyadarinya.”
“Benarkah?”
“Kamu ingat saat kita makan malam kita di Jogja Paradise? Saat kamu
merasa tatapan para pengunjung kafe itu yang aneh, apa kamu tidak tahu kenapa
mereka seperti itu?”
Aku mencoba mengingat kejadian itu, tentang pandangan aneh
pengunjung kafe itu, menurut dugaanku, mereka sangat terpesona dengan wajah
malaikat Julia. Mungkin mereka terpesona dengan wajah malaikatmu, Julia,” jawabku
malu mengatakan hal ini.
“Kamu dengar itu, Julia,” Carissa berdiri dengan tatapan muak
padaku. “Kamu dengar sendiri apa yang dia ucapkan, dia sungguh menjijikan.”
“Carissa!” Madam Jamella berkata dengan keras. “Kamu tidak pantas mengatakan
seperti itu.”
“Sekarang siapa yang lebih pantas disebut pengkhianat?” Raung
Carissa dengan wajah malaikatnya yang tampak mengerikan. “Kamu menjalin
hubungan cinta terlarang dengan manusia Julia. Aku sependapat dengan Laurent.
Bagaimana kalau Hector dan Victor tahu akan hal ini? Apa kamu tidak ingat
dengan apa yang terjadi dengan Pierell?”
“Jordan tidak sama seperti Pierell, Carissa,” balas Julia, wajah
malaikatnya tampak berang. “Aku sudah menduga kalau Pierell manusia yang tidak
baik. Aku bisa melihat dia sebagai ancaman bagi bangsa kita.”
“Apa bedanya dengan dia?!” Carissa menunjuk ke arahku dengan
tatapan tajam. “Dia juga manusia seperti halnya Pierell.”
“Jordan itu lain dari Pierell,” jawab Julia lantang. “Tidakkah kamu
lihat keagungan moral yang pernah dilakukan di Parangtritis? Atau apakah kamu
lupa, bahwa Jordan pernah menyelamatkanmu dari Baron?”
“Aku tidak butuh bantuan dia!” raung Carissa wajahnya tampak
semakin mengerikan. “Aku bisa mengatasi Baron seorang diri.”
“Carissa, cukup!” Reginald menghentikan perdebatan Julia dan
Carissa. “Pertengkaran ini tidak baik untuk Jordan.”
Baru kali ini aku merasakan bagaikan menjadi sebuah benalu. Aku
memang mencintai Julia lebih dari apa pun. Tapi kalau aku tahu kehadiranku di
keluarga ini, akan memperburuk hubungan Carissa dan Julia, aku berjanji pada
diriku sendiri, bahwa aku akan mundur dari semua ini.
“Aku minta maaf,” kataku berpaling ke arah Julia yang wajahnya
masih merah. “Aku minta maaf kalau kehadiranku di keluarga ini, memperburuk
keadaan¾aku¾”
“Kamu tidak salah, Jordan,” Reginald menyentuh bahuku saat Carissa
meninggalkan kami dengan tatapan pedas. “Aku percaya, kalau kamu adalah orang
baik, kamu berbeda dari Pierell.”
“Reginald benar,” dukung Madam Jamella mengelus kepalaku dengan
lembut. “Sejak pertama aku melihatmu, aku sudah bisa menilai kalau kamu adalah
orang yang baik, Jordan.”
“Bagaimana kalau kita kembali ke pokok pembicaraan kita? Apa kamu
masih ingin tahu tentang bakat Sang Pelihat itu, Jordan?”
Aku mengangguk.
“Baiklah-baiklah,” Reginald menepuk-nepuk kedua tangannya dengan
anggun. “Kita tadi sudah sampai mana?”
“Tentang tanggal lahirku yang sama dengan tanggal lahir Julia,” aku
memberanikan diri untuk menjawabnya.
“Kita sudah melewati pembicaraan itu.” ralat Julia kembali mengambil
buku bersampul cokelat dan membukanya. “Tadi, kita sudah sampai pada
pembicaraan tentang Jordan yang tidak menyadari tentang bakat Sang Pelihat yang
aku tunjukan kepadanya,” Julia tersenyum cemerlang. “Kamu tidak menyadari bahwa
tatapan aneh para pengunjung di Jogja Paradise itu¾ karena mereka tidak melihatku.”
“Apa maksudmu, kalau mereka tidak melihatmu, Julia?”
Reginald dan Madam Jamella tertawa pelan bersamaan begitu mereka
berdua melihat wajahku yang mengerenyitkan kening.
“Kamu belum paham juga, Jordan?” Reginald berdiri dengan tegap.
“Hanya kamu yang bisa melihat Julia saat dia menginginkan untuk tidak terlihat
oleh orang lain. Bahkan kami pun tidak bisa melihat Julia jika dia telah
berubah menjadi alien bunglon.”
“Aku tidak paham?”
“Julia mempunyai bakat untuk tidak menampakan dirinya kepada orang
lain, Jordan,” terang Madam Jamella lembut. “Dia bisa menghilang.”
Aku berpaling ke arah Julia yang pura-pura sibuk membaca buku. Jadi
inilah bakat Sang Pelihat yang ada padaku.
“Jadi¾” Aku nyengir ke arah Julia yang mencoba menahan tawa atas apa
yang telah dia lakukan padaku. “Mereka mengira aku adalah orang tidak waras
karena berbicara sendiri di kafe itu?”
Julia hanya tersenyum.
Madam Jamella dan Reginald tertawa renyah mendengar hal itu.
“Julia sampai depresi selama beberapa hari ketika mengetahui bahwa
bakat yang ada padanya tidak berpengaruh untukmu, Jordan,” Madam Jamella
mengerling ke arah Julia yang wajahnya bersemu merah jambu. “Selama ratusan
tahun ini, baru kali ini seorang manusia biasa bisa mengalahkan bakat bunglon
yang dimiliki Julia. Dia benar-benar merasa tertekan sejak itu.”
“Itu benar,” dukung Reginald saat Julia menyembunyikan wajahnya di
balik buku yang sedang dia pegang. “Selama ratusan tahun, baru kali ini aku
melihat seorang alien menjadi galau karena seorang manusia.”
“Kalian berlebihan,” gerutu Julia mengintip dari balik buku. “Aku
tidak separah itu, Jordan. Kembali ke cerita,” Julia menutup bukunya dan
memandangku dengan tatapan malaikatnya. “Kamu sudah mengetahui tentang bakat
Sang Pelihat yang ada padamu, Jordan?”
Aku mengangguk dengan antusias mendengar penjelasan bakat Sang
Pelihat ini. Aku sama sekali tidak menyangka bahwa kelainan yang ada pada tubuhku
adalah sebuah bakat yang hanya satu-satunya ada di dunia ini. Aku bisa melihat
keberadaan alien, bahkan alien yang tidak ingin diketahui keberadaannya, aku
bisa melihatnya. Sungguh menyenangkan, kalau bakat yang aku miliki mampu
menarik hati Julia.
“Apa benar kalau bakat yang ada padaku ini adalah bakat satu-satunya
yang ada di dunia?” tanyaku ingin memastikan sendiri dari mulut Reginald.
“Maksudku, bisa saja kan, masih ada Sang Pelihat-Sang Pelihat lain yang
bertebaran di dunia ini. Bahkan menurut rumor yang beredar bahwa ada beberapa organisasi
rahasia yang bekerja sama dengan alien?”
“Itu adalah salah satu hukum alien yang wajib kami rahasiakan,
Jordan,” jawab Reginald untuk pertama kalinya suaranya terasa berat.
“Alien mempunyai hukum?” tanyaku berpaling ke arah Reginald.
“Sulit dipercaya.”
“Seperti kebanyakan mahluk-mahluk supranatural yang lainnya,”
Madam Jamella beranjak dari sofa yang terlihat melayang itu dan bergeser ke
sebelah Julia. “Seperti halnya kisah vampir dan penyihir. Alien juga mempunyai
hukum yang harus dipatuhi.”
Julia mengangguk pelan mendukung ucapan Madam Jamella tentang
hukum alien. Sedangkan Reginald memandangku dengan tatapan aneh.
“Hukum alien dibuat untuk merahasiakan keberadaan bangsa kami,”
Reginald berjalan hilir mudik dengan gusar. “Hukum alien mengatur segala macam
batasan-batasan yang harus kami lakukan. Seperti, kami dilarang menampakan jati
diri di depan manusia ataupun aturan-aturan yang mengatur tentang tata cara
hidup berdampingan dengan manusia tanpa manusia menyadari keberadaan bangsa
kami.”
“Kemari, Jordan,” Reginald melambaikan tangannya ke arahku ketika dia
telah berada di sebelah lukisan silsilah keluarga Matthew. Setidaknya ada
sepuluh lukisan wajah malaikat yang ada di kanvas raksasa itu.
“Ini Rudolf Matthew,” terang Reginald menunjuk sebuah lukisan
lelaki berambut putih berkilau yang telapak tangannya tampak bersinar. “Dia adalah
salah satu keluarga Matthew yang sangat bijaksana dan cerdas,” Reginald
berpaling ke arahku dan kembali melanjutkan menunjuk sebuah lukisan wanita
cantik yang juga berambut putih berkilau dengan mata biru cemerlang. “Sedangkan
dia Pamella, alien jenis Nordics yang menjadi pendamping Rudolf.”
Aku tidak tahu harus berkata apa saat Reginald memperkenalkan
mereka kepadaku. Aku hanya ingin mengetahui siapa lagi sosok-sosok malaikat
yang ada di lukisan itu.
“Lelaki berambut pirang ini Arthur,” Madam Jamella menunjuk wajah
malaikat lain yang berambut sama dengannya. “Sedangkan wanita di sebelahnya ini
Cassandra.”
“Mereka berpasangan,” lanjut Julia sebelum aku menanyakan tentang
hubungan antara Arthur dan Cassandra. “Sama seperti halnya Rudolf dan Pamella.”
“Aku sudah menebaknya,” kataku menunjuk lukisan wajah Reginald dan
Madam Jamella. “Mereka semua berpasangan seperti halnya kalian berdua kan?”
Reginald tersenyum menyambar pinggang Madam Jamella dan mencium
keningnya dengan lembut.
“Siapa dia?” tanyaku menunjuk sebuah wajah malaikat lain yang
berada di antara lukisan Carissa, Laurent dan Julia.
“Dia Samantha,” Julia lah yang menjawab dengan suara pedih. “Dia
saudariku yang mengkhianati keluarga Matthew hanya karena ingin bergabung
dengan Victor dan Hector.”
“Siapa mereka?” aku berpaling ke arah Julia yang wajahnya berubah
merana. “Siapa Victor dan Hector itu?”
“Mereka klan Rasputin,” jawab Reginald. “Klan Rasputin adalah
keluarga tertinggi yang mengatur segala hukum alien. Mereka sangat kuat dan
tegas dalam mengatur hukum alien, tidak ada kesempatan kedua setiap kali bangsa
alien melakukan kesalahan. Kami semua tunduk dan patuh pada klan Rasputin.”
“Klan Rasputin adalah dalang dari semua penculikan manusia dan
berbagai kasus aneh yang menimpa mahluk-mahluk bumi, Jordan,” kata Julia dengan
wajah malaikatnya yang berubah mendung. “Apa kamu pernah dengar tentang kisah
tragis yang dikenal dengan insiden Dyatlov
Pass? Tentang kematian sembilan pendaki di pegunungan Ural di tahun 1959?”
Aku menggeleng. “Aku pernah mendengar beberapa kisah tentang
penculikan yang konon dilakukan alien,” kataku langsung teringat dengan Maykel.
“Hanya saja tentang insiden Ditlon Pass, aku belum pernah mendengarnya.”
“Insiden Dyatlov Pass,
Jordan,” ralat Reginald kembali duduk dengan wajah yang tidak kalah kalut dari
Madam Jamella. “Itu mungkin insiden paling mengerikan yang terjadi pada para backpaper, dan hanya segelintir orang
yang mengetahui akan tragedi ini.” Reginald terdiam seolah terlihat sangat
berat untuk menceritakan hal ini. “Aku tahu, mungkin pandanganmu tentang keluargaku
bakal berubah begitu mendengar kisah tragis ini.”
“Apa maksudnya?” tanyaku berpaling ke arah Julia yang menundukan
kepalanya. “Apa pun yang aku dengar tentang tragedi Dyatlov Pass, tidak akan pernah mengubah pandanganku tentang
keluarga Matthew, Reginald. Aku percaya, jika keluarga Matthew adalah jenis
alien yang baik. Aku sudah baca tentang keluarga Nordics dari berbagai sumber.
Aku tidak pernah mendengar tentang kejahatan yang dilakukan jenis alien
Nordics.”
Reginald tersenyum lemah mendengarnya. “Julia benar tentangmu, kamu
memang manusia yang baik.”
“Aku dididik dengan benar.”
Reginald tertawa lemah sebelum melanjutkan ceritanya. “Tragedi
yang menyerang sembilan pendaki itu adalah salah satu campur tangan klan
Rasputin,” suara Reginald kembali terdengar pedih. “Rasputin memang terkadang
membunuh dan menyiksa manusia hanya untuk sebuah kesenangan dan penelitian yang
dilakukan alien.”
“Mereka membunuh manusia?” tanyaku bergidik membayangkan hal itu.
“Aku pikir mereka hanya sekadar melakukan penculikan untuk penelitian.”
“Ada kalanya para alien juga membunuh manusia untuk mengambil
beberapa bagian tubuh manusia yang diculiknya,” suara Madam Jamella bergetar
mengatakan hal ini. “Seperti yang terjadi dengan para pendaki itu, ada mayat
seorang pendaki yang lidahnya telah hilang, ada pula beberapa pendaki yang
mendapatkan luka dalam seperti patah tulang dada dan kerusakan tengkorak.”
“Banyak spekulasi yang beredar mengenai kasus ini,” lanjut
Reginald. “Para peneliti menyatakan bahwa kematian sembilan pendaki itu
dikarenakan hipotermia, sedangkan tentang seorang pendaki yang lidahnya telah
hilang, para peneliti menyimpulkan bahwa mereka telah diserang oleh kelompok
adat Mansi karena telah melanggar perbatasan tanah mereka.”
“Apa tidak ada yang tahu bahwa semua ini campur tangan alien?” tanyaku
merinding membayangkan pembunuhan yang dilakukan Rasputin.
“Manusia lebih memercayai sesuatu yang bersifat rasional, Jordan. Mereka
tidak memercayai bahwa semua kejadian mengerikan ini adalah campur tangan
alien.”
“Ada sebagian dari mereka yang sebenarnya curiga bahwa semua ini
adalah perbuatan alien, Joe,” Julia memegang lenganku. “Aku tahu sebagian dari
mereka memang melihat cahaya orange
di langit malam waktu terjadi insiden itu. Bahkan salah satu keluarga korban
mengatakan bahwa kulit mayat itu berubah warna menjadi cokelat orange.”
“Selain itu, tim forensik yang memeriksa mayat-mayat itu juga
menemukan beberapa kejanggalan,” lanjut Reginald. “Tim forensik menemukan
pakaian mereka telah terkontaminasi radioaktif dalam dosis tinggi yang
menunjukan bahwa luka-luka fatal mereka bukan diakibatkan oleh pukulan benda
tumpul.”
..
..
Bagi yang penasaran dengan kelanjutannya. Silakan menabung dulu ya... hehehe..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar