CERPEN RAJA JATUH CINTA. DIMUAT DI MAJALAH HAI EDISI 26 JAN-01 FEB 2015
Konsep "Raja" Yang telah dilengserkan, menarik dihubungkan dengan jatuh cinta... Begitulah surat cinta dari editor Hai ^^
Ide awal cerpen ini berasal dari lagu Numata dengan judul yang sama. Soo, selamat membaca cerpen sederhana ini ya... :)
Raja Jatuh Cinta
By
Ragiel Jepe
Sebagai seorang remaja berusia tujuh belas tahun, gue bisa dibilang mempunyai segalanya. Gue tampan dan kaya. Tidak susah bagi gue untuk mendapatkan hati para cewek yang ada di sekolah ini. Hanya tinggal memberikan bunga dan kata-kata romantis, gue jamin dalam hitungan tujuh detik, cewek itu akan tunduk seperti anak kucing.
Bagi gue, cewek itu tidak ada ubahnya dengan sebuah baju. Mana yang pantas dipakai buat nonton, mana yang pantas dipakai buat ke pesta dan mana yang pantas dipakai buat makan malam. Gue tinggal pilih satu di antara banyak cewek yang sudah gue jadikan pacar, gue tidak peduli dengan perasaan mereka begitu mengetahui gue mempunyai cewek lain, toh kalau mereka minta putus, yang rugi mereka sendiri.
Gue tidak peduli dengan sebuatan Raja jatuh cinta yang diberikan dua sahabat gue, Adit dan Abi. Bagi gue sebutan itu malah menjadi sebuah kebanggaan tersendiri, menandakan bahwa semua cewek di sekolah ini menginginkan gue.
“Lo udah jadian sama Niken?” tanya Abi saat kami sedang berada di kantin. “Bukankah lo masih jadian sama Nadia itu?”
“Nadia udah nggak menarik lagi buat gue,” jawab gue cepat. “Kalau lo mau ambil saja dia, bro.”
“Bukankah baru satu minggu yang lalu kalian jadian?” timpal Adit terus mengunyah bakso yang dia pesan.
“Jangan panggil gue Raja Hutama kalau gue nggak bisa dapetin Niken,” kata gue nyengir. “Gue udah nggak ada kecocokan lagi sama si Nadia itu.”
Dari kejauhan, gue melihat seorang cewek datang mendekati gue, cewek itu adalah Niken. “Hai, semuanya…” sapa Niken ceria saat gue mempersilakannya untuk duduk di sebelah gue.
“Lo mau makan apa, honey?” tanya gue pura-pura mengambil bulu mata yang jatuh di mata Niken.
“Apa aja deh,” Niken tersenyum ketika gue usap pipinya dengan lembut. “Asal makan bareng sama lo, gue sudah bahagia.”
Gue tersenyum paling manis mendengarnya. Gue melirik ke arah Adit dan Abi untuk meninggalkan meja ini. Adit dan Abi akhirnya meninggalkan gue dan Niken. “Lo cantik, pasti sangat beruntung yang jadi cowok lo nanti.”
Niken kembali tersenyum, kali ini dia agak tersipu dengan ucapan gue. “Lo berlebihan, Raja, gue cewek yang biasa saja.”
“Bicara lo sangat indah, Niken,” gumam gue menggunakan kata-kata pamungkas. “Senang rasanya bisa duduk sama lo, membicarakan tentang masa depan kita yang indah, bagaimana menurut lo?”
“Apanya?”
“Masa depan kita, maukah lo menemani gue menggapai masa depan?”
“Raja… gue...”
“Gue cinta lo,” kata gue langsung, tanpa basa-basi. “Maukah lo jadi pacar gue?”
Niken mengangkat wajahnya dan gue langsung tahu jika Niken telah termakan rayuan gue. Wajah Niken kembali bersemu merah ketika gue membelai kepalanya. “Niken, gue mencintai lo.”
Niken mengangguk menerima cinta gue.
***
Sama seperti hubungan yang sudah-sudah, hubungan kami hanya bertahan dua minggu, gue benar-benar sudah bosan dengan Niken. Gue tidak peduli ketika Niken menangis tersedu-sedu ketika gue memutusnya, tapi gue tentu saja tidak mudah terpengaruh dengan air mata itu itu. Gue tetap memutuskan Niken.
“Kali ini siapa korban selanjutnya?” Adit menggeleng-gelengkan kepalanya ketika gue menceritakan perihal putusnya hubungan gue sama Niken. “Lo benar-benar playboy, setiap bulan lo selalu ganti cewek, bener-bener gila lo.”
“Cewek bagi gue itu seperti baju,” Kata gue terpesona dengan seorang gadis yang tiba-tiba lewat di hadapan gue. “Kalau sudah bosan, bukankah sebaiknya kita ganti yang baru.”
Abi dan Adit hanya tertawa.
“Bagaimana kalau kita taruhan?” tantang Adit tiba-tiba.
“Taruhan apa?” tanya gue cuek.
“Lo kenal Malla?”
“Yang tampilannya cupu itu?” gue jijik jika mengingat gadis berkacamata tebal itu. “Ada apa dengan dia?”
“Bagaimana kalau kita taruhan, apakah lo bisa membuat Malla jatuh cinta sama lo dalam waktu satu minggu?”
“Apa taruhannya?” gue cukup bimbang untuk menerima tatangan Adit untuk mendekati Malla.
“Kalau lo bisa membuat Malla jatuh cinta sama lo dalam waktu satu minggu, gue traktir lo selama tiga bulan.”
“Gue nggak setuju. Bagaimana jika gue menang, lo yang pacaran sama Malla?” tantang gue balik. “Jika gue berhasil membuat dia jatuh cinta sama gue, lo harus ngumumin di lapangan kalau lo mencintai Malla.”
“Deal.” Adit menjabat tangan gue. “Itu berati jika lo gagal, lo harus mengumumkan kepada semua orang yang ada di sekolah bahwa lo mencintai Malla?”
Gue mengangguk sebagai jawaban.
Maka dimulailah misi gue mendekati Malla. “Hai…” sapa gue ketika melihat Malla di perpus. “Boleh gue bicara sebentar sama lo?”
Malla hanya mengangkat wajahnya. “Gue nggak ada waktu,” jawab Malla meninggalkan gue sendirian di perpus.
Hari kedua gue menjalankan misi ini, tampaknya juga gagal, dia menolak ketika gue memberinya bunga. Bahkan, pada hari ketiga gue dekati Malla, dia dengan sangat sok menolak gue saat gue mencoba untuk mengajaknya nonton bioskop.
Pada hari keempat akhirnya Malla mulai mau mengajak gue bicara walau hanya dijawab dengan kata “em” dan “ya”. Tapi setidaknya, dalam tiga hari kedepan gue mungkin mempunyai kesempatan untuk membuat Malla jatuh cinta pada gue.
Hari kelima dan keenam, entah kenapa gue mulai merasa ada sebuah perasaan aneh ketika Malla mengajak gue ke sebuah panti asuhan yang selama ini dikelolanya. Sumpah, gue sama sekali tidak menduga jika Malla mempunyai sifat mulia seperti ini. Melihat sifat dan tabiat Malla saat mengurusi seorang anak autis, membuat gue malu terhadap diri sendiri. Gue yang selama ini selalu hidup dalam kemewahan seolah sedikit mendapat cahaya terang dari ketulusan Malla. Jika selama ini gue menganggap semua cewek hanya seperti baju, tapi tidak dengan dia, gue merasa bahwa Malla ada sebuah koleksi baju yang sangat mahal dan langka.
Hari ketujuh. Ini adalah hari terakhir gue bertaruhan dengan Adit, gue mengaku kalah dengan Adit karena akhirnya gelar Raja jatuh cinta yang gue sandang selama ini telah dikalahkan Malla. Gue bersyukur karena kalah dari taruhan itu, sehingga gue bisa menutupi kebenaran jika gue telah benar-benar jatuh cinta kepadanya.
Ide awal cerpen ini berasal dari lagu Numata dengan judul yang sama. Soo, selamat membaca cerpen sederhana ini ya... :)
Raja Jatuh Cinta
By
Ragiel Jepe
Sebagai seorang remaja berusia tujuh belas tahun, gue bisa dibilang mempunyai segalanya. Gue tampan dan kaya. Tidak susah bagi gue untuk mendapatkan hati para cewek yang ada di sekolah ini. Hanya tinggal memberikan bunga dan kata-kata romantis, gue jamin dalam hitungan tujuh detik, cewek itu akan tunduk seperti anak kucing.
Bagi gue, cewek itu tidak ada ubahnya dengan sebuah baju. Mana yang pantas dipakai buat nonton, mana yang pantas dipakai buat ke pesta dan mana yang pantas dipakai buat makan malam. Gue tinggal pilih satu di antara banyak cewek yang sudah gue jadikan pacar, gue tidak peduli dengan perasaan mereka begitu mengetahui gue mempunyai cewek lain, toh kalau mereka minta putus, yang rugi mereka sendiri.
Gue tidak peduli dengan sebuatan Raja jatuh cinta yang diberikan dua sahabat gue, Adit dan Abi. Bagi gue sebutan itu malah menjadi sebuah kebanggaan tersendiri, menandakan bahwa semua cewek di sekolah ini menginginkan gue.
“Lo udah jadian sama Niken?” tanya Abi saat kami sedang berada di kantin. “Bukankah lo masih jadian sama Nadia itu?”
“Nadia udah nggak menarik lagi buat gue,” jawab gue cepat. “Kalau lo mau ambil saja dia, bro.”
“Bukankah baru satu minggu yang lalu kalian jadian?” timpal Adit terus mengunyah bakso yang dia pesan.
“Jangan panggil gue Raja Hutama kalau gue nggak bisa dapetin Niken,” kata gue nyengir. “Gue udah nggak ada kecocokan lagi sama si Nadia itu.”
Dari kejauhan, gue melihat seorang cewek datang mendekati gue, cewek itu adalah Niken. “Hai, semuanya…” sapa Niken ceria saat gue mempersilakannya untuk duduk di sebelah gue.
“Lo mau makan apa, honey?” tanya gue pura-pura mengambil bulu mata yang jatuh di mata Niken.
“Apa aja deh,” Niken tersenyum ketika gue usap pipinya dengan lembut. “Asal makan bareng sama lo, gue sudah bahagia.”
Gue tersenyum paling manis mendengarnya. Gue melirik ke arah Adit dan Abi untuk meninggalkan meja ini. Adit dan Abi akhirnya meninggalkan gue dan Niken. “Lo cantik, pasti sangat beruntung yang jadi cowok lo nanti.”
Niken kembali tersenyum, kali ini dia agak tersipu dengan ucapan gue. “Lo berlebihan, Raja, gue cewek yang biasa saja.”
“Bicara lo sangat indah, Niken,” gumam gue menggunakan kata-kata pamungkas. “Senang rasanya bisa duduk sama lo, membicarakan tentang masa depan kita yang indah, bagaimana menurut lo?”
“Apanya?”
“Masa depan kita, maukah lo menemani gue menggapai masa depan?”
“Raja… gue...”
“Gue cinta lo,” kata gue langsung, tanpa basa-basi. “Maukah lo jadi pacar gue?”
Niken mengangkat wajahnya dan gue langsung tahu jika Niken telah termakan rayuan gue. Wajah Niken kembali bersemu merah ketika gue membelai kepalanya. “Niken, gue mencintai lo.”
Niken mengangguk menerima cinta gue.
***
Sama seperti hubungan yang sudah-sudah, hubungan kami hanya bertahan dua minggu, gue benar-benar sudah bosan dengan Niken. Gue tidak peduli ketika Niken menangis tersedu-sedu ketika gue memutusnya, tapi gue tentu saja tidak mudah terpengaruh dengan air mata itu itu. Gue tetap memutuskan Niken.
“Kali ini siapa korban selanjutnya?” Adit menggeleng-gelengkan kepalanya ketika gue menceritakan perihal putusnya hubungan gue sama Niken. “Lo benar-benar playboy, setiap bulan lo selalu ganti cewek, bener-bener gila lo.”
“Cewek bagi gue itu seperti baju,” Kata gue terpesona dengan seorang gadis yang tiba-tiba lewat di hadapan gue. “Kalau sudah bosan, bukankah sebaiknya kita ganti yang baru.”
Abi dan Adit hanya tertawa.
“Bagaimana kalau kita taruhan?” tantang Adit tiba-tiba.
“Taruhan apa?” tanya gue cuek.
“Lo kenal Malla?”
“Yang tampilannya cupu itu?” gue jijik jika mengingat gadis berkacamata tebal itu. “Ada apa dengan dia?”
“Bagaimana kalau kita taruhan, apakah lo bisa membuat Malla jatuh cinta sama lo dalam waktu satu minggu?”
“Apa taruhannya?” gue cukup bimbang untuk menerima tatangan Adit untuk mendekati Malla.
“Kalau lo bisa membuat Malla jatuh cinta sama lo dalam waktu satu minggu, gue traktir lo selama tiga bulan.”
“Gue nggak setuju. Bagaimana jika gue menang, lo yang pacaran sama Malla?” tantang gue balik. “Jika gue berhasil membuat dia jatuh cinta sama gue, lo harus ngumumin di lapangan kalau lo mencintai Malla.”
“Deal.” Adit menjabat tangan gue. “Itu berati jika lo gagal, lo harus mengumumkan kepada semua orang yang ada di sekolah bahwa lo mencintai Malla?”
Gue mengangguk sebagai jawaban.
Maka dimulailah misi gue mendekati Malla. “Hai…” sapa gue ketika melihat Malla di perpus. “Boleh gue bicara sebentar sama lo?”
Malla hanya mengangkat wajahnya. “Gue nggak ada waktu,” jawab Malla meninggalkan gue sendirian di perpus.
Hari kedua gue menjalankan misi ini, tampaknya juga gagal, dia menolak ketika gue memberinya bunga. Bahkan, pada hari ketiga gue dekati Malla, dia dengan sangat sok menolak gue saat gue mencoba untuk mengajaknya nonton bioskop.
Pada hari keempat akhirnya Malla mulai mau mengajak gue bicara walau hanya dijawab dengan kata “em” dan “ya”. Tapi setidaknya, dalam tiga hari kedepan gue mungkin mempunyai kesempatan untuk membuat Malla jatuh cinta pada gue.
Hari kelima dan keenam, entah kenapa gue mulai merasa ada sebuah perasaan aneh ketika Malla mengajak gue ke sebuah panti asuhan yang selama ini dikelolanya. Sumpah, gue sama sekali tidak menduga jika Malla mempunyai sifat mulia seperti ini. Melihat sifat dan tabiat Malla saat mengurusi seorang anak autis, membuat gue malu terhadap diri sendiri. Gue yang selama ini selalu hidup dalam kemewahan seolah sedikit mendapat cahaya terang dari ketulusan Malla. Jika selama ini gue menganggap semua cewek hanya seperti baju, tapi tidak dengan dia, gue merasa bahwa Malla ada sebuah koleksi baju yang sangat mahal dan langka.
Hari ketujuh. Ini adalah hari terakhir gue bertaruhan dengan Adit, gue mengaku kalah dengan Adit karena akhirnya gelar Raja jatuh cinta yang gue sandang selama ini telah dikalahkan Malla. Gue bersyukur karena kalah dari taruhan itu, sehingga gue bisa menutupi kebenaran jika gue telah benar-benar jatuh cinta kepadanya.
Keren, Mas.
BalasHapus