Alien Yang Merenggut Ibuku
RAGIEL JP
Aku merindukan ibu yang dulu, ibu yang selalu bersikap
lembut terhadapku, ibu yang tidak pernah memukul ketika aku berbuat salah. Ibu
yang selalu sabar ketika aku mengacuhkannya. Aku merindukan ibu sebelum alien
merenggutnya dariku. Meninggalkan tubuh ibu yang kosong seolah disusupi sosok
lain. Dia ibuku, dengan wajah yang sama, dengan postur tubuh yang sama, tapi
terlebih dari itu, semuanya berbeda, alien telah mengubah ibuku.
Kebiasaan ibu yang dulu hampir selalu dilakukan kini hanya
tinggal cerita, ibu yang kini tidak pernah ingat tanggal ulang tahunku, padahal
dulu, ibu paling semangat jika hari ulang tahunku tiba. Ibu selalu memberikan
apa pun yang aku mau. Tapi kini, sejak alien itu mengubah ibuku, tidak ada lagi
yang namanya perayaan ulang tahun.
Alien itu mengubah ibu sejak satu tahun yang lalu. Ketika
adik perempuanku meninggal karena kecelakaan. Sejak saat itulah ibu berubah
menjadi pendiam. Tidak melakukan apa pun. Tidak makan, tidak minum, ibu sangat
kehilangan, sama seperti aku yang juga merasa sangat kehilangan seorang adik
perempuan.
“Pasti Bibi yang mengambil uangku kan?!” terdengar sebuah
suara keras dari arah dapur. “Ngaku saja, pasti Bibi yang mengambilnya.”
“Sumpah demi Allah bukan saya, Nyonya,” jawab Bi Tun, pembantu
kami. “Saya tidak mencuri uang Nyonya.”
“Ngaku saja!” Ibu kembali menggebrak mejanya. “Tadi aku
naruh uang di atas mesin cuci ini, tapi sekarang sudah tidak ada.”
Aku menghela napas mendengarnya, batinku selalu terasa perih
jika alien itu kembali mengubah ibu. Aku tahu bahwa di rumah ini kami tidak
mempunyai mesin cuci. Alien itu membuat ibu mengira bahwa kulkas adalah mesin
cuci.
“Aku yang memindahkan uang itu, Bu,” kataku menyentuh bahu
ibu. “Bi Tun tidak mencuri.”
Ibu hanya memincingkan mata mendengarnya, masih tidak begitu
percaya dengan ucapanku. Alien itu pasti tengah menguasai tubuh ibu.
Memang bukan hanya kali ini saja ibu menuduh Bi Tun mencuri
uang dan perhiasannya tanpa bukti. Alien itulah yang telah membuat ibu bersikap
seperti ini. Pernah sekali aku melihat ibu sedang memarahi Bi Tun karena
ditunduh mencuri perhiasannya, padahal aku tahu bahwa Bi Tun tidak mungkin
melakukan itu, dan benar saja dugaanku, begitu aku mencari perhiasan ibu, aku
menemukan perhiasan itu di tempat buah.
“Bi Tun yang sabar ya,” kataku menghampiri Bi Tun. “Jangan
dimasukan ke dalam hati semua tuduhan ibu, aku percaya sama Bi Tun.”
Bi Tun mengangguk mendengarnya. “Ibu kenapa Den? Kenapa ibu sekarang berubah?”
“Tidak apa-apa,” jawabku tersenyum. “Mungkin ibu masih
merasa kehilangan Nisa, nanti lambat laun ibu pasti akan kembali seperti semula
lagi, kita harus sabar merawat ibu, Bi.”
***
Ibu kini juga lebih menarik diri dari pergaulan, setiap ada
acara di dekat rumah, ibu selalu tidak hadir, ibu merasa tidak nyaman dengan
keramaian. Ibu memilih asyik dengan dunianya sendiri, sering melamun, sering melakukan
hal-hal aneh seperti memakai sepatu ke dalam kamar mandi ataupun transformasi
ibu yang membuatku merasa sangat sedih adalah ibu sudah tidak mengenal beberapa
tetangga yang dulu akrab dengannya.
“Ia siapa?” tanya ibu ketika beberapa tetangga datang
berkunjung ke rumah kami. “Usir mereka semua, aku tidak kenal mereka, kamu
harus mengusir mereka, Thom.”
“Aku Bu Narto,” kata perempuan paruh baya yang dulu sangat
akrab dengan ibu. “Kita dulu sering pergi bersama, apa kau ingat?”
Ibu tampak berpikir, ibu mengamati Bu Narto
dengan saksama. Selama beberapa saat ibu hanya terdiam melihat Bu Narto, hingga
setelah satu menit kemudian, ibu kembali berkata bahwa ibu tidak mengenalnya.
“Aku yakin ibumu pasti akan sembuh, Thomas,” kata Bu Narto
menghiburku. “Ini masalah yang wajar ketika menginjak usia senja, ibu juga dulu
pernah mengalami masa sulit sepertimu, ibu hanya berpesan, sebaiknya kamu lebih
bersabar merawat ibumu, anggap saja ini balasanmu sebagai anak, kamu harus
ingat, ketika kamu masih kecil, ibumu juga merawatmu dengan penuh kasih sayang
dan cinta.”
Aku hanya mengangguk. Aku tahu perubahan kepribadian ibu
sama sekali bukan hal yang wajar, alien itulah yang memilih ibuku untuk menjadi
inangnya, perlahan menghancurkan memori dan sistem tubuh ibu.
***
Seiring berjalannya waktu, alien yang menyusup ke dalam
tubuh ibu semakin menguasai tubuhnya. Hari demi hari kondisi ibu semakin
melemah, ibu sudah tidak mampu melakukan komunikasi dengan baik, tidak bisa
berhitung dengan benar. Bahkan untuk memakai baju, ibu harus dibantu Bi Tun. Pernah
terjadi dalam beberapa hari yang lalu, ibu membangunkanku pada tengah malam dan
minta ditemani pergi ke tukang cukur rambut, atau pernah terjadi pada suatu
malam ibu menangis dan mengatakan bahwa aku sudah tidak sayang lagi kepadanya.
Jika sudah seperti ini, terkadang aku menyesali semua waktu
yang dulu terbuang begitu saja. Dulu aku tidak terlalu memerhatikan ibu, aku
hanya sibuk dengan pekerjaanku, hanya adik perempuanku yang selama ini merawat
ibu, dan setelah adikku meninggal, aku mengerti bahwa betapa aku sangat jahat
terhadap ibu selama ini.
Dulu, ketika alien itu belum menyusup ke dalam tubuh ibu,
aku sama sekali tidak pernah memperhatikan ibu, setiap kali ibu memintaku untuk
pulang lebih awal hanya untuk sekadar makan malam, aku selalu menolaknya, aku
lebih mementingkan makan malam dengan teman kantor daripada harus makan malam
dengan ibu.
“Tidak bisakah kamu meluangkan waktu sebentar untuk ibu,
Kak?” tanya Nisa kala itu. “Kak Thomas terlalu sibuk dengan pekerjaan, ibu
hanya ingin makan malam bersama Kak Thomas.”
“Aku benar-benar sibuk, Nis,” jawabku setiap Nisa mengatakan
hal itu. “Nanti kalau aku ada waktu pasti akan makan malam dengan kalian, kan
ada kamu, aku yakin kamu bisa menemani ibu makan malam.”
“Tapi ibu ingin Kak Thomas juga ikut,” katanya lagi. “Apa pekerjaan
itu tidak bisa ditunda sebentar?”
Aku menggeleng mendengarnya, mencoba pengertian adik
perempuanku. “Tidak bisa, Nis, kakak harus segera menyelesaikan berkas-berkas
ini, deadline-nya sebentar lagi.”
Nisa hanya menarik napas, dia tahu percuma saja
memaksa jika aku sudah mengatakan bahwa pekerjaanku sangat banyak. “Baiklah
kalau memang kakak sedang sibuk.”
***
Jika aku bisa memutar ulang waktu, aku hanya ingin
menghabiskan waktu dengan ibu versi yang dulu, bukan ibu yang versi sekarang, menjadi
inang sebuah alien yang menyusup di dalam tubuhnya, menebarkan pribadi lain
yang sangat berbeda dengan sosoknya yang dulu.
“Ibu di mana, Bi?” tanyaku ketika pada suatu hari Rabu aku
tidak melihat ibu di rumah. “Apa dia sedang tidur siang?”
“Tadi Nyonya ada di kamar, Den,” jawab Bi Tun.
“Tidak ada di kamar kok,” jawabku lagi. “Apa ibu pergi
keluar?”
“Bibi tidak tahu,” jawab Bi Tun tampak cemas. “Tadi Bibi
tinggal masak sebentar, Bibi tidak tahu kalau Nyonya tidak ada di kamar.”
“Tidak apa-apa, Bi,” jawabku lagi. “Sebaiknya kita cari ibu
sekarang, aku takut terjadi sesuatu yang buruk.”
Maka siang itu kami mulai melakukan pencarian, aku meminta
tolong kepada beberapa warga komplek untuk ikut membantu mencari ibu. Perasaan
cemas mulai membanjiri dadaku, bagaimana jika ibu tidak bisa pulang ke rumah
dan tersesat entah di mana? Aku yakin alien yang ada di dalam tubuh ibu yang
membuat ibu mengalami disorientasi tempat dan waktu.
Sudah hampir tiga jam kami melakukan pencarian, namun tidak
ada tanda-tanda ditemukan ibu, kami sudah menyisir beberapa kawasan di luar
komplek pun ibu belum juga ditemukan. Perasaan cemas kembali membanjiri seluruh
tubuhku, aku tidak mau kehilangan ibu seperti aku kehilangan adik perempuanku,
aku ingin membantu ibu dalam menghadapi alien yang mengambil alih tubuhnya.
“Ibu di mana?” air mataku menetes membayangkan hal terburuk
terjadi dengan ibu. “Aku minta maaf karena selama ini belum menjadi anak yang
berbakti.”
“Den Thomas yang
sabar ya,” Bi Tun menyentuh bahuku yang berguncang menahan air mata. “Bibi
yakin ibu pasti bisa ditemukan.”
Aku mengangguk. Aku terus berdoa agar ibu
segera ditemukan.
Menjelang malam barulah ibu ditemukan oleh seseorang warga
yang mengatakan bahwa ibu berada di sebuah kawasan pabrik yang jaraknya sangat
jauh dari sini. Aku tidak tahu bagaimana ibu bisa sampai ke sana, tapi aku
tetap bersyukur bahwa ibu bisa ditemukan dengan selamat.
Selalu ada hikmah dari setiap cobaan yang Tuhan berikan
kepada umatnya. Jika aku yang dulu terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan, sampai-sampai
tidak ada waktu untuk keluarga, seharusnya aku sadar bahwa status ibu sebagai single parent pastilah terasa berat
dalam merawat kedua anaknya, tapi apa yang aku lakukan? Aku malah lebih
tenggelam dalam duniaku sendiri, tanpa pernah peduli dengan ibu.
Dan kini, aku berjanji akan selalu ada untuk ibu, memang bisa
dikatakan aku terlambat menyesali semua ini. Aku yakin kekuatan cintaku kepada
ibu akan menyembuhkan ibu. Setidaknya walau tubuh ibu disusupi alien yang mengambil
kuasa penuh atas dirinya, aku yakin kekuatan cintaku akan membantu ibu melawan
alien bernama Demensia Alzheimer.